Kehidupan Manusia Kembali ke Masa Barter
Bicara tentang film kiamat, biasanya kejadian kiamatnya ditaruh di tengah sebagai klimaks ceritanya, tapi ini enggak.
Ailh-alih berfokus pada pemandangan kiamat yang mengerikan itu, justru film ini berfokus ke kondisi sosial masyarakat setelah kiamat. Oleh karena itu, genre yang tepat untuk menggambarkan film ini adalah "post-apocalypse" atau pascabencana (nggak disebut pascakiamat karena setelah kiamat seharusnya nggak ada kehidupan sama sekali, bukan?).
Secara singkat, film ini menceritakan orang-orang yang rebutan tempat tinggal dan sumber kehidupan. Seluruh daratan hancur rata kecuali satu apartemen di Seoul. Penghuni asli apartemen ini nggak mau orang non-penghuni tinggal di sini, akhirnya mereka mengusirnya. Sedangkan orang non-penghuni berkeyakinan bahwa penghuni asli apartemen tersebut tidak manusiawi dan egois. Disebabkan dua faktor utama ini, akhirnya terjadi konflik.
Apa kekurangannya?
- Kalau dibandingkan waktu nonton film kiamat abal-abal "2012" sih cenderung nggak menegangkan walau di beberapa adegan tetap bikin otot-otot kaki jadi kaku.
- CGI post-apocalypse-nya kurang mulus: daratan yang hancur itu anginnya kenceng-kenceng, tapi rambut sama pakaian tokohnya nggak kena pengaruh angin.
- Klimaks ceritanya pendek banget, begitu juga anti-klimaksnya.
- Lebih banyak adegan ngobrolnya dibandingkan adegan aksinya meskipun sebenarnya inilah fokus utama film ini, yaitu menyajikan kondisi sosial.
Kalau saya boleh berpendapat, film ini lebih cocok ditayangkan dengan format drama minimal 8 episode untuk menceritakan masa lalu, kejadian saat bencana, dan anti-klimaks konfliknya.
Ya, jujur saja. Alasan utama saya rela menonton ini di bioskop karena ada Mbak Park Bo-young :3
Ailh-alih berfokus pada pemandangan kiamat yang mengerikan itu, justru film ini berfokus ke kondisi sosial masyarakat setelah kiamat. Oleh karena itu, genre yang tepat untuk menggambarkan film ini adalah "post-apocalypse" atau pascabencana (nggak disebut pascakiamat karena setelah kiamat seharusnya nggak ada kehidupan sama sekali, bukan?).
Secara singkat, film ini menceritakan orang-orang yang rebutan tempat tinggal dan sumber kehidupan. Seluruh daratan hancur rata kecuali satu apartemen di Seoul. Penghuni asli apartemen ini nggak mau orang non-penghuni tinggal di sini, akhirnya mereka mengusirnya. Sedangkan orang non-penghuni berkeyakinan bahwa penghuni asli apartemen tersebut tidak manusiawi dan egois. Disebabkan dua faktor utama ini, akhirnya terjadi konflik.
Apa kekurangannya?
- Kalau dibandingkan waktu nonton film kiamat abal-abal "2012" sih cenderung nggak menegangkan walau di beberapa adegan tetap bikin otot-otot kaki jadi kaku.
- CGI post-apocalypse-nya kurang mulus: daratan yang hancur itu anginnya kenceng-kenceng, tapi rambut sama pakaian tokohnya nggak kena pengaruh angin.
- Klimaks ceritanya pendek banget, begitu juga anti-klimaksnya.
- Lebih banyak adegan ngobrolnya dibandingkan adegan aksinya meskipun sebenarnya inilah fokus utama film ini, yaitu menyajikan kondisi sosial.
Kalau saya boleh berpendapat, film ini lebih cocok ditayangkan dengan format drama minimal 8 episode untuk menceritakan masa lalu, kejadian saat bencana, dan anti-klimaks konfliknya.
Ya, jujur saja. Alasan utama saya rela menonton ini di bioskop karena ada Mbak Park Bo-young :3
Questa recensione ti è stata utile?